Pada hari Rabu (19/07/2023) kemarin, sebanyak 18 anggota Putri Sakristi Katedral Jakarta (PS K7) melakukan kegiatan bakti sosial bersama dengan Lembaga Daya Dharma Keuskupan Agung Jakarta (LDD KAJ). Untuk mempermudah dan memperlancar berlangsungnya acara ini, maka para peserta dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok 1 melakukan bakti sosial di Bojong Bintara, sementara kelompok 2 melakukan bakti sosial di TPU Pondok Kelapa. Kegiatan ini bertujuan untuk mengasah kemampuan bersosialisasi kami, terlebih dengan saudara-saudara yang lebih membutuhkan.
Tentunya kami melakukan beberapa persiapan terakhir sebelum kegiatan ini resmi dimulai. Absen dan berbagai pengecekan terakhir juga tak luput dilakukan oleh tim. Menariknya, acara ini diwarnai dengan suatu ‘olahraga’ pagi, yaitu saat kami bergotong royong memindahkan sembako dari gudang ke mobil. Setelah persiapan-persiapan tersebut selesai, kami memutuskan untuk segera memulai bakti sosial ini. Tak lupa kami berdoa bersama terlebih dahulu sebelum akhirnya meluncur ke lokasi, yaitu Bojong Bintara.
Setelah beberapa waktu berlalu, kami akhirnya tiba di Bojong Bintara. Rupanya, banyak warga dan anak-anak yang bersemangat menantikan kedatangan kami. “Apa aku akan les?”, tanya seorang anak yang sangat antusias saat melihat kami. “Kakak cantik!”, sahut seorang anak perempuan ketika ia menyapa kami. Tentu saja kami sangat senang dan terharu ketika mendengar ucapan-ucapan tersebut. “Kamu juga cantik kok!” balas kami kepada mereka.
Namun, dibalik keseruan tersebut, kami harus ditampar oleh kenyataan-kenyataan pahit saat berkeliling. Tempat yang kami datangi kotor, berantakan, dan tidak layak huni. Banyak sekali sampah yang berserakan, dan rumah mereka hanya terbuat dari triplek serta kayu seadanya. Keadaan ini bahkan berdampak terhadap kesehatan mereka. Salah satu anak yang kami temui dalam perjalanan memiliki kondisi tangan yang ‘seperti terbalik’, dan sayangnya mereka hanya mampu untuk membawanya ke tukang urut.
Kami lalu melanjutkan perjalanan menuju tempat berkumpul bersama anak-anak lainnya. Sapaan pembuka diberikan oleh suster kepada mereka untuk menghidupkan suasana, dan kami melanjutkannya dengan permainan ‘Simon Says’. Awalnya, banyak sekali anak-anak yang masih bingung dan melakukan permainan ini dengan tidak benar. Namun seiring berjalannya waktu, mereka menjadi lebih paham dan menikmati permainan ini.
Waktu kami melaksanakan bakti sosial masih banyak, tetapi kami sudah kehabisan ide. Anak-anak menunggu kami untuk melanjutkan acara, dan kami tentunya tidak bisa mengecewakan mereka. Untuk mengatasi hal ini, kami memutuskan untuk melakukan dua kegiatan selanjutnya. Bernyanyi bersama dan kuis. Lagu-lagu yang kami nyanyikan bersama mereka adalah lagu anak-anak seperti “Kalau Kau Suka Hati Tepuk Tangan”, “Pelangi”, dan “Bintang Kecil”. Pertanyaan yang diajukan juga mendasar, seperti apa warna langit, planet tempat kita tinggal, ibukota Indonesia, dan lain sebagainya.
Sebagai hadiah atas semangat anak-anak yang hadir, kami memberikan sebuah hadiah kecil kepada mereka. Kami juga memberikan sembako kepada warga sekitar. Hadiah yang kami berikan kepada anak-anak tersebut hanyalah sebuah permen yang kami beli di toko sekitar. Namun, mereka sangat bahagia ketika mendapatkan permen tersebut. Padahal hadiah tersebut hanyalah sebuah permen, namun kebahagiaan mereka dapat membuat kami senang juga.
Setelah bertemu mereka, kami menyadari lebih banyak hal yang belum kami sadari sebelumnya. Ternyata kami masih tidak bersyukur atas kehidupan ini. Seringkali kami mengeluh akan hidup dan menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Padahal, masih banyak sekali saudara-saudara kita yang kurang beruntung, yang membutuhkan bantuan lebih dari siapapun.
Berkat semangat anak-anak di Bojong Bintara, kami bertekad untuk berubah menjadi lebih baik lagi. Kami akan berusaha untuk mencontoh mereka dengan tetap tersenyum dan tidak pantang menyerah. Semoga kami bisa lebih memahami sesama lainnya, serta lebih bersyukur dan menghargai hidup yang telah diberikan kepada kami.
Penulis : Agatha Nara Anindya Windarto | Heliskha Nataliu Chandra | Seraphine Setiawati Raharjo
Publisher : Marhen Novaliano Andrean