Nedi Supriadi adalah seorang penyandang disabilitas fisik di bagian kakinya. Awal dari perjumpaan Nedi Supriyadi dengan LDD terjadi pada tahun 2006 secara tidak sengaja. Sedang melintas di sekitar Katedral, ia melihat sebuah plang yang bertuliskan ‘Menerima Kaum Disabilitas’. “LDD sudah saya anggap seperti keluarga sendiri. Saya senang ngumpul-ngumpul di LDD, karena tak ada memandang agama atau apapun. LDD mau mendengar keluhan saya & berperan penting di awal kebangkitan hidup saya sampai saya bisa begini,” cetus Nedi.
Tangguh. Sebuah kata yang layak disematkan kepada pria kelahiran Cianjur, 13 Mei 1986. Bagaimana tidak, walaupun kesehariannya berada di atas kursi roda, pria ini mampu bertahan hidup di Jakarta yang keras. Ia bahkan mampu menghidupi keluarga kecilnya yang terdiri atas seorang istri & seorang anak berusia enam tahun.
Kisah Nedi berawal dari peristiwa kabur dari rumahnya dan meninggalkan keluarganya di kampung untuk mengadu nasib di Jakarta. Dengan menumpang mobil sayuran milik tetangganya, ia bertekad untuk pindah ke Jakarta karena kehidupan di kampung tak banyak memberi jaminan akan masa depannya. Selain tidak adanya sarana yang mendukung mobilitas kaum disabilitas sepertinya, ekolah orang tuanya juga hanya mengizinkan Nedi untuk bersekolah hingga bangku Sekolah Dasar. Bagi orang tuanya, sekolah tidak akan berguna bagi seorang Nedi kecil yang berjalan saja tidak bisa.
Sesampainya Jakarta, ia ditampung di Panti Bina Daksa di Cengkareng. Di sana Nedi belajar mereparasi televisi tabung dan ponsel. Setelah dua tahun belajar, ia bingung karena tak punya modal. “Skill saja tak cukup untuk membuka jasa reparasi elektronik. Butuh modal besar,” keluhnya. Nedi bingung, ia tak punya sanak saudara yang dapat menjadi wadahnya untuk berkeluh kesah. Meskipun hampir putus harapan, ia terus mencari jalan keluar.
Suatu hari, secara tak sengaja, Nedi melintas di Jl. Katedral Jakarta Pusat. Ia membaca plang LDD yang bertuliskan ‘Menerima Kaum Disabilitas’. Berharap ini mungkin sebuah solusi baginya, ia berkenalan dengan staf LDD. Kemudian ia menceriterakan situasi dirinya dan juga harapan-harapannya. Sebagian harapannya terjawab. Semangatnya mulai bangkit.
Ia masih ingat, LDD memberi dukungan dan apresiasi atas keinginanya untuk mempunyai usaha reparasi elektronik sendiri. “LDD bantu saya modal alat reparasi. Staf LDD yang menemani saya belanja,” kenang Nedi saat berbincang di kontrakannya yang sekaligus merupakan tempat usahanya, di wilayah Kemayoran, Jakarta Pusat.
Selain bantuan modal alat, LDD juga memberi Nedi kursi roda untuk menunjang kesehariannya. Sharing-sharing di pertemuan komunitas di LDD turut menguatkan Nedi untuk menjadi semakin tangguh. Maklum saat itu, Nedi merasa belum sukses. Ia malu untuk pulang kampung jika tidak berhasil.
Motivasi dari kawan-kawannya dan keberaniannya untuk mengikuti bermacam-macam pelatihan membuat Nedi makin berkembang. Dari tadinya berprofesi sebagai tukang reparasi HP & pedagang pulsa, ia mengembangkan diri menjadi pengajar reparasi untuk penyandang disabilitas, mahasiswa, bahkan pekerja. Di LDD, Nedi dipercaya untuk mengajar warga dampingan non-disabilitas.
Keberhasilan dan kegagalan ia terima sebagai bagian berkah dari Sang Pencipta. Pandemi Covid-19 membuatnya rugi awal tahun ini. Ia sempat menyewa ruko di kawasan Cempaka Putih, namun sia-sia karena sepi pelanggan. Namun semangat Nedi tak pupus. Sekarang ia memperbanyak kegiatan mengajar reparasi hp via daring. Pelanggannya adalah yayasan-yayasan pendamping penyandang disabilitas. “Rejekinya sih tidak rutin datang, tapi lumayan. Setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,” ujar Nedi. Namun tetap saja, ia masih memiliki beban pikiran tentang masa depan anaknya. Maka dari itu, di kontrakannya, Nedi berjualan mainan anak, makanan ringan, dan beranekaragam minuman.
Sekarang, Nedi memandang keterbatasan fisiknya bukan lagi sebuah halangan. “Kesuksesan itu relatif,” katanya. Besar harapannya untuk bisa memiliki rumah tetap, sebagai tempat bagi keluarganya untuk bernaung. “Saya sangat menyayangkan. Persyaratan pengajuan KPR bagi penyandang disabilitas dipersulit dengan syarat harus melampirkan slip gaji. Padahal, umumnya penyandang disabilitas itu pekerja informal,” ujar Nedi. “Semoga pemerintah mempermudah hal ini bagi saya dan teman teman penyandang disabilitas lain.”
Saksikan kisah Nedi dalam serial Sang Inspirator:
Artikel ini ditulis oleh: Ferry dan Yohana
Direvisi oleh: Rafael Deo Sutjipto