Langit begitu cerah seakan-akan awan ingin terus menjadi saksi akan kehidupan yang sudah terjadi. Waktu terus berputar dan jarum jam terus berlari, meninggalkan detik, menit, dan hari terus berganti. Siang ini kami berjalan ke arah utara menggunakan kendaraan LDD-KAJ bersama Tim Advokasi, kami mengunjungi salah seorang ibu yang sangat tangguh dan berhati mulai, beliau adalah sosok perempuan yang sangat setia terhadap keluarga dan anak-anaknya. Bu Emi adalah guru PAUD dampingan LDD-KAJ yang terletak di pesisir laut Jakarta Utara di wilayah Pantai Indah Marundah (PIM). Bu Emi adalah sosok cerminan perempuan Indonesia yang kuat, beliau sosok perempuan yang tidak mudah menyerah di tengah keterbatasan ekonomi keluarga, Bu Emi tetap mau bergerak bukan semata-mata untuk dirinya tapi untuk semua anak didik yang beliau ajarkan. Sebelum Bu Emi menjadi seorang guru PAUD LDD-KAJ, Bu Emi sempat bekerja di salah satu apartemen yang ada di Jakarta Pusat tepatnya di daerah Kemayoran. Namun Bu Emi harus berhenti karena kecintaannya terhadap keluarga dan suami. Bu Emi mengundurkan diri atas dasar perintah dan arahan dari suami untuk menjadi Ibu rumah tangga dan mengurus ke empat anaknya.
Bu Emi sebenarnya memiliki 5 orang anak yang terlahir dari rahimnya, namun karena keadaan yang mendesak dan tidak memungkinkan anak pertama Bu Emi dititipkan kepada adik kandungnya. Hal ini dilakukan agar anak pertama Bu Emi bisa bersekolah dan memperoleh ijazah. Bu Emi terus betaut anak pertama untuk menyelesaikan kehidupan hingga berbuah dan berhasil memetik buah tersebut. Anak pertama Bu Emi sudah menyelesaikan sekolahnya di jenjang SMK, tetapi belum memperoleh ijazah karena ada beberapa adminitrasi yang belum diselesaikan. Namun perjuangan Bu Emi tidak berhenti di situ, Bu Emi terus bergerak, melaju dan terus ingin berusaha untuk mendapatkan Akte Lahir untuk keempat anaknya dan Kartu Keluarga untuk keluarganya serta memperoleh KTP untuk dirinya dan suami. Bu Emi sosok yang tidak menyerah dengan keadaan. Bu Emi kehilangan data-data waktu kebanjiran di kontrakan lamanya di daerah Cilincing, semua data-data hilang sehingga Bu Emi tidak mempunyai identitas diri serta keluargannya.
Bu Emi hidup dengan keempat anaknya dan seorang suami di rumah kontrakan yang berukuran kecil dan sangat sederhana. Suami Bu Emi adalah seorang buruh pasir dengan penghasilan tidak menentu terkadang mendapatkan upah di bawah Rp 100.000 terkadang tidak sama sekali, tetapi Bu Emi tidak pernah berkecil hati atau putus asa untuk meninggalkan keluarganya dan terus berjuang untuk dirinya dan keempat anaknya. Bu Emi terus bergerak memenuhi kebutuhan sandang dan pangan karena tidak ingin mengeluh dengan segala kekurangan ekonomi yang terjadi di keluarganya. Bu Emi selalu bersyukur akan setiap kesempatan sehingga ia masih bertahan dengan suami dan keempat anaknya. Bu Emi selalu memberikan pendidikan yang bagus untuk semua anak didiknya yang ia ajar di PAUD. Dalam keluarga, ada sedikit kisah berbeda bagi anak ketiga Bu Emi, Anam Bachtiar seorang anak laki-laki yang pintar, baik, dan penurut harus merelakan diri untuk tidak melanjutkan sekolahnya bersama teman-teman sebaya. Teman-temannya masih menikmati tetap indahnya dunia pendidikan, harus berhenti di tengah jalan karena keadaan dan sulitnya ekonomi keluarga, ia ikhlas untuk berhenti dan mengalah agar kedua kakaknya tetap bersekolah dan bisa memperoleh ijazah. Anam sosok anak remaja yang terus belajar di tengah ekonomi keluarga yang semeraut di tambah dengan keadaan pandemic saat ini. Anam sosok anak yang merelakan waktunya dan sangat patuh terhadap ibunya.
Akhirnya Anam Bachtiar bisa bersekolah kembali meskipun sedikit berbeda, namun Bu Emi selalu berkata, “tidak apa-apa toh semua ijazah sama saja”, yang penting bagaimana kita harus belajar hidup, Nak. Pendidikan itu sangat penting walaupun jalan yang di raih dan kesempatan yang didapatkan itu berbeda-beda. “Hidup selalu mempunyai tantangannya sendiri, kalo kita tidak bergerak kita tidak akan pernah tau hasil akhirnya akan seperti apa”. Anam Bachtiar sekarang mengikuti sekolah PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) di daerah Marunda. Bu Emi selalu bersyukur atas segala sesuatu yang terjadi terhadap dirinya ataupun keluarganya, seorang perempuan yang tidak mau berlarut dalam kesedihan dan selalu ingin bergerak serta melakukan segala sesuatu dengan ikhlas hati. Wlaupun beliau tidak mampu memberikan pendidikan yang baik untuk anaknya, tetapi dia memberikan pendidikan yang bagus untuk anak muridnya. Buah dari kesabaran Bu Emi mendapatkan data-datanya kembali, yaitu kartu keluarga dan akte lahir keempat anaknya. Terus berdoa dan bergerak meraih apa yang bisa diraih, semuanya akan indah di waktu yang tepat yang sudah ditentukan.
“Seorang perempuan harus bisa menjadi nahkoda dan arah mata angin untuk dirinya dan mengajak semua keluarga ikut belayar tanpa meninggalkan kodrat sebagai wanita yang utuh tempat pulang terbaik untuk anak-anak dan suami”
Ditulis oleh: Mariana Silviani
Diperiksa oleh: Gabriella Amanda